Seorang petugas mengecek kondisi lumpur yang kering di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur (29/5/2011).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperpanjang kontrak Lapindo Brantas Inc. dalam operasi Wilayah Kerja (WK) Brantas. Pemerintah memperpanjang kontrak Lapindo mulai 23 April 2020 hingga 20 tahun mendatang.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Djoko Siswanto, menerangkan aktivitas Lapindo ini berbeda dengan lokasi semburan lumpur tahun 2006.
"Jadi aktivitasnya itu tidak di daerah yang dulu kena lumpur Lapindo. Beda, kan lapangan migas luas, yang blow up kan Tanggulangin. Ini bukan di Tanggulangin," kata dia kepada detikFinance di Jakarta yang dikutip Selasa (7/8/2018).
Ia melanjutkan, perpanjangan kontrak WK Brantas ini menggunakan kontrak bagi hasil produksi Gross Split. Dari bagi hasil ini, pemerintah akan mendapatkan split minyak sebesar 53 persen dan gas sebesar 48 persen.
Adapun komitmen kerja yang diajukan Lapindo adalah 115,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp1,5 triliun dalam lima tahun mendatang. Dari komitmen tersebut, pemerintah mendapatkan bonus tanda tangan (signature bonus) sebesar 1 juta dolar atau setara Rp13,4 miliar dari perpanjangan kontrak ini.
Lapindo Brantas Inc. adalah perusahaan gas dan minyak bumi milik Grup Bakrie yang menjadi salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Penunjukkan tersebut dilakukan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi di Indonesia.
Saham Lapindo Brantas dimiliki 100 persen oleh PT Energi Mega Persada melalui anak perusahaannya, PT Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen). Saat ini Lapindo memiliki 50 persen hak partisipasi (participating interest) di wilayah Blok Brantas, Jawa Timur, Indonesia.
Pada 26 Mei 2006, lumpur panas menyembur dari rekahan tanah yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari sumur Banjar Panji-1 milik PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.
Semburan lumpur yang hingga Oktober 2006 belum berhasil dihentikan menyebabkan penutupan tak kurang dari 10 pabrik dan merusak 90 hektare sawah serta permukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi.
Selain Lapindo, participating interest Blok Brantas juga dimiliki oleh PT Medco E&P Brantas (anak perusahaan dari MedcoEnergi) sebesar 32 persen dan Santos sebesar 18 persen. Lantaran memiliki nilai saham terbesar, Lapindo Brantas menjadi operator.
Sementara itu Presiden Direktur Lapindo Brantas, Faruq Adi Nugroho, mengatakan produksi gas perusahaan bisa mencapai 100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dalam lima tahun mendatang dari posisi saat ini yang baru 20 MMSCFD hingga 25 MMSCFD.
"Pada 2022 produksi gas bisa mencapai 10 MMSCFD dan lima tahun sejak perpanjangan kami bisa capai 150 MMSCFD," jelas dia dalam CNNIndonesia.com.
WK Brantas merupakan satu dari enam WK migas produksi yang akan berakhir kontraknya pada 2020. Selain Brantas; lima WK lain yang akan habis masa kontraknya adalah Makassar Strait, Malacca Strait, Salawati, Kepala Burung dan South Jambi B.
Warga masih trauma
Perpanjangan kontrak Lapindo hingga 20 tahun langsung menjadi topik perbincangan hangat di kalangan warga Sidoarjo. Ketua Pansus Lumpur Lapindo dari DPRD Sidoarjo, Mahmud, mengaku sampai sekarang masih ada sebagian warga yang trauma dengan peristiwa semburan Lumpur Lapindo.
"Ya, memang sebagian warga masih ada yang trauma. Tapi kami tidak bisa berkomentar banyak terkait perpanjangan izin itu karena itu wewenang pemerintah pusat," kata Mahmud.
"Dalam urusan Lapindo, kami hanya menangani dampak yang terjadi kepada masyarakat baik di Peta Area Terdampak maupun di luar peta area terdampak," tambahnya.
Ia mengatakan, sejak semburan lumpur 12 tahun lalu, hingga saat ini pembayaran ganti rugi terhadap warga belum sepenuhnya terselesaikan.
"Pembayaran ganti rugi belum sepenuhnya selesai. Alasannya, Lapindo belum memiliki uang yang cukup untuk membayarnya. Ini juga harus diperhatikan oleh pemerintah," lanjut anggota Komisi D DPRD Sidoarjo tersebut.
Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...un-di-sidoarjo
No comments:
Post a Comment