Sandiaga Uno (kanan) bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat deklarasi maju dalam Pilpres 2018 di rumah Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (9/8/2018)
Heboh tudingan mahar Rp500 miliar buat PKS dan PAN dari calon Wakil Presiden Sandiaga 'Sandi' Uno perlahan mulai dibuka.
Sandi, memberikan respons berbeda-beda atas tudingan ini. Pada Kamis (9/8/2018) ia tak membantah dan tak mengiyakan tudingan ini. “Thank you, ya, thank you banget,” kata Sandi, di Balai Kota DKI Jakarta seperti dipetik dari Tempo.co.
Sandiaga menjelaskan, apa yang ditudingkan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief itu itu adalah dana kampanye.
"Tentunya apa yang menjadi konsennya Pak Andi Arief itu akan menjadi konsen nasional, bahwa ke depan ini harus ada kejelasan, bagaimana sumbernya, bagaimana membiayai kampanye nasional," tutur Sandi, seperti dikutip dari Tribun Jateng, Sabtu (11/8/2018).
Sandi berniat mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berkonsultasi terkait rencana penggunaan dana yang diduga sebagai mahar tersebut.
Namun pada Minggu (12/8/2019) ia membantah soal tudingan ini. "Sangat tidak benar," ujar Sandiaga di Mal One Belpark, Jakarta Selatan, seperti dikutip dari Kompas.com.
Sandiaga mengatakan, pemberitaan yang menyebut dirinya mengeluarkan uang itu salah. Ia meminta awak media memuat berita sesuai wawancara dan tidak mengadu domba.
Tapi respons paling jelas ia berikan di hari yang sama, saat dia di Ancol, Jakarta Utara. Menurutnya, ia menyediakan sebagian dana kampanye dan bantun kepada partai politik pengusungnya.
“Terbuka saja saya bilang ini ada biayanya. Bagaimana penyediaannya, saya bersedia untuk menyediakan sebagian dari biaya kampanye dan ada bantuan kepada tim pemenangan dan juga bantuan kepada partai pengusung. Itu yang menjadi komitmen kami,” kata Sandi, seperti dikutip dari JawaPos.com, Minggu (12/8/2019).
PAN sendiri membantah menerima bantuan uang dari Sandi. "Sampai pencalonan tidak ada satu sen pun yang diberikan Sandi kepada PAN," kata Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo kepada JawaPos.com, Minggu (12/8/2018).
Namun Drajad tidak membantah jika Sandi ingin mengeluarkan uang guna membantu kebutuhan logistik kampanye. "Bukan hanya Sandi, semua anggota tim sukses yang mampu secara finansial juga akan patungan keluar uang untuk kampanye," kata dia.
Sebab uang itu digunakan untuk kepentingan kampanye, seperti membuat atribut, kaus, dan biaya keperluan lainnya. "Membuat kaus dan lain-lain kan perlu biaya," kata Drajad.
Wajarkah dana kampanye hingga Rp1 Triliun?
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera pernah menghitung kasar berapa duit yang dibutuhkan untuk kampanye Pilpres.
Menurut Mardani, ada sebagian komponen kampanye yang ditanggung negara. Yakni alat peraga kampanye (APK) dan iklan.
Sedangkan biaya besar yang tak ditanggung adalah saksi dan penyelenggaraan kampanye.
Mardani menghitung, ada 860 ribu TPS di Indonesia. Jika semua TPS diisi dengan 2 saksi dan mereka mendapat honor Rp100 ribu, maka biaya saksi mencapai Rp86 miliar.
Tapi dana itu belum termasuk biaya-biaya pelengkap seperti transportasi dan konsumsi. "Berarti totalnya Rp86 miliaran lebihlah," katanya, Senin (26/6/2018) seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Sekali kampanye, menghabiskan Rp50 juta. Jika kampanye digelar di 34 provinsi, maka sekali kampanye parpol mengeluarkan dana Rp1,7 miliar.
Menurut jadwal KPU, kampanye bisa dilakukan antara 23 September 2018-13 April 2019. Artinya ada 203 hari yang bisa digunakan untuk kampanye. Jika selama 203 hari itu mereka menggelar kampanye penuh di 34 provinsi, akan menghabiskan Rp345,1 miliar.
Jika ditotal kasar, hitungan Mardani ini tak lebih dari Rp500 miliar. Maka, jika Sandi menggelontorkan Rp1 triliun untuk kampanye, tentu sangat berlebihan.
KPU sebenarnya tak membatasi kemampuan calon membiayai kampanye mereka. Yang dibatasi adalah sumbangan dari pihak lain. "Kalau besaran dana kampanye itu bisa berbeda-beda tergantung kemampuan masing masing. Tetapi kalau sumbangan dana kampanye itu sudah diatur," ujar Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Rabu (14/2/2018) lalu.
Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menilai dana kampanye berbeda dengan money politics (mahar). Menurutnya, kalau uang itu diberikan menjelang pemilihan, bisa jadi money politics. Sedangkan dana kampanye terwujud dalam bentuk program kampanye.
"Makanya parpol dan paslon mengedepankan program dulu baru yang lainnya. Jangan masalah uangnya dulu baru program. Programnya aja belum ada, kita bicara tentang uang, ini kan yang salah," kata Kaka di Jakarta Selatan, Minggu (12/8/2018), seperti dikutip dari Gatra.com.
Agar semakin jelas, Kaka meminta Bawaslu segera menelusuri hal ini. Bawaslu harus menggunakan seluruh instrumen dan jejaringnya untuk membuktikan ini.
Sejak awal, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ingin menelusuri 'mahar' ini. "Jadi berdasarkan apa yang ada, Bawaslu akan melakukan penelusuran terhadap kebenaran berita tersebut apakah memang benar adanya dugaan seperti itu," ujar Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (9/8/2018) seperti dikutip dari detikcom.
Fritz meminta pihak yang mengetahui hal tersebut dapat melaporkan pada Bawaslu. Sehingga menurutnya Bawaslu dapat mendapatkan informasi secara komprehensif.
No comments:
Post a Comment